Sebuah Telaah Kritis atas Potensi dan Problematika Wisata di Kabupaten Garut

Daftar Isi


Kabupaten Garut, sebuah nama yang kerap dijuluki sebagai "Swiss van Java" berkat topografi menawan yang dihimpit gunung berapi aktif dan terhampar luasnya panorama hijau. Daya tarik pariwisata daerah ini sungguh merupakan sebuah simfoni alam yang harmonis, meliputi keindahan gunung, danau, air terjun, hingga pesisir pantai selatan yang eksotis. Data statistik menunjukkan bahwa antusiasme publik terhadap Garut terus meningkat; pada tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan ke berbagai destinasi di Kabupaten Garut tercatat melampaui angka 3 juta jiwa, sebuah capaian signifikan yang mengindikasikan besarnya potensi ekonomi dan sosial dari sektor pariwisata. Sayangnya, magnitudo potensi ini seringkali terbentur oleh realitas pahit di lapangan. Akses infrastruktur yang belum memadai, serta problematik pengelolaan destinasi yang jauh dari standar profesionalisme, menjadi benang kusut yang mereduksi kualitas pengalaman wisatawan dan menghambat akselerasi pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Fokus utama permasalahan terletak pada jaringan aksesibilitas. Jalan-jalan menuju destinasi unggulan, yang seharusnya menjadi arteri vital pariwisata, justru seringkali bertransformasi menjadi jalur tantangan. Ambil contoh akses menuju Talaga Bodas, danau kawah yang memancarkan pesona magis. Untuk mencapai keindahan alam yang langka ini, wisatawan harus bergulat dengan kondisi jalan yang sempit, berliku, dan banyak mengalami kerusakan. Situasi serupa ditemukan pada jalur menuju kawasan wisata Darajat, yang terkenal dengan pemandian air panasnya. Lonjakan kendaraan, terutama pada musim liburan, tidak diimbangi oleh kapasitas jalan yang memadai, menciptakan kemacetan akut dan mengurangi kenyamanan perjalanan secara drastis. Berdasarkan kajian terbaru mengenai hambatan kapasitas wisata, isu aksesibilitas dan infrastruktur jalan memang menjadi prioritas utama yang harus segera dibenahi. Kondisi ini secara implisit menyampaikan pesan bahwa pemerintah daerah belum sepenuhnya responsif terhadap urgensi peningkatan infrastruktur dasar sebagai fondasi ekosistem pariwisata yang sehat, padahal kemudahan akses adalah kunci pertama untuk menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Selain masalah akses, tantangan besar kedua adalah minimnya pengelolaan destinasi yang profesional dan terintegrasi. Hal ini berwujud dalam dua dimensi krusial: praktik pungutan liar (pungli) dan kondisi fisik tempat wisata yang tidak terawat. Isu pungli telah lama menjadi momok yang mencoreng citra pariwisata Garut, dan ini merambat di berbagai titik, mulai dari kawasan pantai yang ramai pengunjung hingga jalur-jalur pendakian yang sunyi. Pungutan di luar tarif resmi, yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, menimbulkan rasa tidak nyaman dan kerugian finansial yang merusak persepsi wisatawan terhadap keramahan lokal. Laporan-laporan menunjukkan bahwa upaya penertiban telah dilakukan, namun praktik ini tetap eksis dan berulang, mengindikasikan perlunya pendekatan yang lebih holistik dan melibatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal di sekitar objek wisata. Dengan mengintegrasikan mereka ke dalam sistem pengelolaan resmi, potensi ekonomi yang sebelumnya diolah secara liar dapat disalurkan menjadi pendapatan daerah yang sah, serta memberikan pekerjaan yang bermartabat.

Dimensi kedua dari masalah pengelolaan ini adalah kondisi fisik destinasi wisata yang kumuh dan kurang terawat. Sejumlah curug (air terjun) yang sesungguhnya memiliki potensi keindahan luar biasa, misalnya, seringkali luput dari sentuhan pemeliharaan yang memadai. Fasilitas umum seperti toilet, area istirahat, hingga petunjuk arah seringkali kusam, rusak, bahkan terkesan dibiarkan terbengkalai. Fenomena ini menciptakan kontras yang menyakitkan antara keindahan alam yang ditawarkan dan buruknya kualitas pelayanan serta sarana penunjang. Wisatawan modern saat ini tidak hanya mencari keindahan alam semata, tetapi juga menuntut standar kebersihan, keamanan, dan kenyamanan yang tinggi. Ketika tempat wisata—yang seharusnya menjadi etalase kebanggaan daerah—justru menampilkan wajah yang lusuh dan tidak terurus, maka hal ini secara langsung mengurangi minat kunjungan ulang dan menghambat terciptanya citra pariwisata yang positif dan berkelas dunia.

Dalam konteks yang lebih luas, keterbatasan infrastruktur dan lemahnya tata kelola ini tidak hanya berdampak pada pengalaman wisatawan, tetapi juga pada perkembangan ekonomi daerah secara keseluruhan. Pariwisata merupakan generator pendapatan asli daerah (PAD) yang potensial dan menciptakan lapangan kerja. Namun, jika hambatan-hambatan fundamental ini tidak segera diatasi, potensi tersebut akan terhenti pada level aspiratif belaka. Perbaikan akses jalan, khususnya ke destinasi-destinasi terpencil seperti Talaga Bodas dan kawasan Garut Selatan yang kaya akan pantai, harus menjadi proyek prioritas utama dengan alokasi anggaran yang jelas dan pelaksanaan yang transparan. Selain itu, diperlukan reformasi mendasar dalam sistem pengelolaan destinasi. Pemerintah daerah perlu menerapkan tata kelola yang profesional, melibatkan operator yang kompeten, serta mengimplementasikan sistem tiket yang terintegrasi dan transparan guna menghilangkan celah bagi praktik pungli.

Kesimpulannya, Kabupaten Garut adalah sebuah mahakarya alam yang tersaji dengan keunikan geografis dan budaya. Kekayaan destinasi wisata yang dimiliki merupakan modal sosial dan ekonomi yang tak ternilai harganya. Namun, potensi emas ini tidak akan bersinar optimal tanpa upaya serius dalam mengatasi defisit infrastruktur dan dilema tata kelola. Memperbaiki jalan menuju Talaga Bodas dan Darajat, menata kebersihan curug-curug, serta memberantas praktik pungli secara sistematis dan berkelanjutan, merupakan prasyarat mutlak untuk mentransformasi Garut dari sekadar tujuan wisata potensial menjadi destinasi unggulan yang aman, nyaman, dan berkelas. Hanya melalui sinergi antara pembangunan infrastruktur yang cerdas dan tata kelola profesional yang berintegritas, simfoni pariwisata Garut akan dapat dimainkan dengan nada yang sempurna, membawa kemakmuran bagi seluruh masyarakatnya. Kabupaten Garut berdiri di persimpangan jalan; memilih jalur perbaikan adalah memilih masa depan yang lebih cerah bagi "Swiss van Java" yang kita cintai.


 Apa yang harus dilakukan  

Analisis kritis mengenai potensi besar pariwisata Garut yang terhambat oleh masalah infrastruktur dan tata kelola yang tidak profesional menuntut rumusan solusi yang sistematis dan terintegrasi. Untuk memulihkan citra dan memaksimalkan potensi ekonomi, diperlukan langkah-langkah strategis yang terbagi dalam tiga pilar utama: Reformasi Infrastruktur Akses, Optimalisasi Tata Kelola Destinasi, dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal.

Berikut adalah langkah-langkah konkret yang harus dilakukan, terutama oleh Pemerintah Kabupaten Garut, didukung oleh kolaborasi dengan sektor swasta, akademisi, dan masyarakat:


I. Reformasi Infrastruktur Akses dan Konektivitas


Pembangunan fisik harus menjadi prioritas utama dengan pendekatan yang terencana dan berkelanjutan.

Prioritas Pembangunan Akses Vital Wisata:

Pelebaran dan Peningkatan Kualitas Jalan: Segera alokasikan anggaran yang signifikan untuk perbaikan total dan pelebaran jalan menuju destinasi unggulan, seperti akses ke Talaga Bodas dan jalur sempit ke kawasan Darajat. Peningkatan harus mencakup pengerasan jalan yang tahan lama, pemasangan rambu yang jelas, serta pembangunan bahu jalan yang memadai untuk menampung volume kendaraan, terutama bus pariwisata.

Penyediaan Jalur Alternatif dan Bypass: Kembangkan jalur alternatif atau bypass di titik-titik kemacetan krusial, khususnya di jalur menuju Darajat, untuk memecah kepadatan lalu lintas pada musim liburan.

Integrasi Transportasi Publik: Ciptakan sistem transportasi publik yang terintegrasi (misalnya shuttle bus pariwisata) dari terminal atau stasiun utama (seperti Stasiun Garut) langsung menuju gerbang destinasi, untuk mengurangi ketergantungan wisatawan pada kendaraan pribadi dan menekan beban jalan.

Peningkatan Fasilitas Penunjang:

Area Parkir Terpusat dan Resmi: Bangun area parkir yang luas, aman, dan dikelola secara resmi di titik-titik strategis sebelum memasuki kawasan wisata utama. Hal ini akan meminimalisasi praktik pungli parkir liar di bahu jalan.

Penerangan dan Signage yang Informatif: Perbaiki penerangan jalan dan pasang signage (papan petunjuk arah) yang standar, bilingual (jika perlu), dan informatif, khususnya di jalur menuju curug-curug terpencil.


II. Optimalisasi Tata Kelola Destinasi (Pengelolaan Profesional)


Langkah ini fokus pada profesionalisasi dan pemberantasan praktik ilegal yang merusak citra.

Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli) Secara Tuntas:

Sistem Tiket Elektronik dan Terintegrasi: Terapkan sistem tiket elektronik (e-ticketing) yang tunggal dan terintegrasi di seluruh destinasi utama (pantai, jalur pendakian, Talaga Bodas). Harga tiket harus transparan, dicetak jelas, dan hanya dapat dibeli melalui loket resmi.

Pembentukan Satgas Anti-Pungli Permanen: Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) harus bekerja secara masif dan permanen, bukan hanya saat musim liburan, dengan patroli rutin dan penindakan hukum yang tegas terhadap oknum yang terbukti melakukan pungli, termasuk di area parkir, jalur masuk pantai, dan pos-pos ilegal.

Edukasi dan Sosialisasi Publik: Lakukan kampanye publik secara masif yang mengedukasi wisatawan mengenai tarif resmi dan hotline pelaporan pungli, serta memberikan penyadaran hukum kepada masyarakat sekitar kawasan wisata.

Perawatan dan Revitalisasi Destinasi Kumuh:

Program Bersih, Rapi, Terawat (BERAWAT): Luncurkan program revitalisasi masif untuk destinasi yang kumuh, seperti curug-curug. Program ini mencakup perbaikan fasilitas dasar (toilet, musholla, gazebo), penataan jalur pejalan kaki yang aman, dan yang paling penting, manajemen sampah yang profesional.

Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM): Tentukan SPM untuk kebersihan dan fasilitas di setiap destinasi wisata yang dikelola, dengan pengawasan dan evaluasi berkala oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Perekrutan Tenaga Profesional: Alihkan pengelolaan teknis destinasi tertentu kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata yang profesional atau mitra swasta terpilih melalui proses tender yang transparan, dengan kontrak berbasis kinerja (termasuk indikator kebersihan dan nihil pungli).


III. Pemberdayaan dan Keterlibatan Masyarakat Lokal


Solusi untuk pungli berakar pada masalah ekonomi dan keamanan. Keterlibatan masyarakat adalah kuncinya.

Transformasi Pelaku Pungli menjadi Mitra Resmi:

Identifikasi dan rekrut masyarakat lokal yang selama ini terlibat praktik pungli (misalnya parkir liar) ke dalam struktur kerja resmi (misalnya sebagai petugas kebersihan, petugas parkir resmi, atau pemandu wisata resmi). Berikan pelatihan hospitality dan gaji/insentif yang layak.

Strategi ini mengubah mentalitas dari pemungut liar menjadi penyedia jasa profesional yang terikat aturan dan mendapatkan penghasilan legal.

Pelatihan dan Sertifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) Pariwisata:

Lakukan pelatihan intensif bagi masyarakat lokal, pemilik warung, dan pengelola penginapan mengenai standar pelayanan (senyum, sapa, salam), kebersihan, dan pentingnya harga yang wajar (tidak getok harga).

Dorong pembentukan Desa Wisata yang dikelola secara mandiri oleh warga dengan pendampingan teknis dari pemerintah daerah.

Penguatan City Branding Garut:

Kembangkan citra pariwisata Garut yang spesifik (City Branding), misalnya sebagai destinasi Ekowisata yang Asri dan Bersih. Kampanyekan janji layanan ini secara konsisten dan pastikan setiap destinasi memenuhinya.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah di atas secara simultan dan konsisten, Kabupaten Garut akan mampu mengatasi tantangan infrastruktur dan tata kelola, mengubahnya menjadi destinasi yang tidak hanya kaya akan potensi alam, tetapi juga unggul dalam kualitas pelayanan, transparansi, dan profesionalisme. Ini adalah jalan panjang menuju predikat "Destinasi Wisata Kelas Dunia" yang diidamkan.