Arti Kata Pasundan Sejarah, Makna, dan Identitas Budaya Sunda

Table of Contents

 


Kata Pasundan adalah istilah yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Sunda. Secara etimologis, kata ini berasal dari gabungan awalan “pa-” dan kata dasar “Sunda”. Dalam kaidah bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia, awalan “pa-” berfungsi membentuk kata yang menunjuk pada suatu tempat atau wilayah yang berkaitan dengan kata dasarnya. Dengan demikian, Pasundan secara harfiah berarti “wilayah atau tempat orang Sunda berada”. Namun, makna kata ini jauh melampaui sekadar penunjuk geografis. Ia mencakup identitas, sejarah, dan nilai-nilai budaya yang membentuk peradaban Sunda.

Dalam lintasan sejarah, istilah Pasundan erat kaitannya dengan keberadaan Kerajaan Sunda yang berdiri sejak abad ke-7 hingga abad ke-16. Kerajaan ini menguasai wilayah yang kini meliputi sebagian besar Jawa Barat, Banten, dan sebagian Jawa Tengah bagian barat. Setelah kerajaan tersebut runtuh akibat ekspansi Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, nama “Pasundan” tetap bertahan dalam ingatan kolektif masyarakat sebagai penanda tanah leluhur mereka. Pada masa kolonial Belanda, istilah “Tatar Pasundan” digunakan untuk merujuk wilayah berpenduduk Sunda, memperkuat asosiasi antara kata tersebut dengan identitas etnis dan budaya.

Secara geografis, Pasundan mencakup wilayah yang kini menjadi Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Brebes dan Cilacap yang berbahasa Sunda, serta daerah yang pada masa lalu termasuk Jakarta. Namun bagi masyarakat Sunda, Pasundan tidak semata diartikan sebagai bentang wilayah. Ia juga merupakan ruang kultural yang menyatukan bahasa, adat, filosofi hidup, serta hubungan harmonis dengan alam.

Filosofi hidup masyarakat Sunda yang terikat pada konsep silih asah, silih asih, silih asuh menggambarkan hubungan saling mendidik, saling mengasihi, dan saling melindungi. Nilai-nilai ini diwariskan lintas generasi dan menjadi bagian dari jati diri Pasundan. Kearifan lokal pun tercermin dalam ungkapan leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak, yang menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan sumber air demi kelangsungan hidup manusia. Tradisi seni seperti wayang golek, pantun Sunda, jaipongan, hingga upacara adat pernikahan dan seren taun, menjadi perwujudan konkret dari warisan budaya Pasundan yang kaya.

Di era modern, kata Pasundan tetap hidup dan digunakan dalam berbagai konteks. Ia menjadi nama universitas, organisasi kemasyarakatan, media berbahasa Sunda, hingga festival budaya. Penggunaannya bukan hanya sekadar identitas formal, melainkan juga bentuk kebanggaan kolektif terhadap akar sejarah dan budaya. Kata ini seolah menjadi benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan masyarakat Sunda.

Dengan demikian, Pasundan bukan hanya sekadar sebuah istilah geografis. Ia adalah simbol jati diri yang mempersatukan orang Sunda, di manapun mereka berada. Dalam kata ini tersimpan ingatan sejarah, nilai-nilai luhur, dan rasa memiliki yang mendalam terhadap tanah leluhur. Dari masa kejayaan Kerajaan Sunda hingga peradaban modern, Pasundan tetap menjadi panggilan jiwa bagi mereka yang berbahasa, berpikir, dan berbudaya Sunda. Ia adalah tanah, ia adalah sejarah, dan ia adalah rumah bagi sebuah peradaban yang telah memberi warna bagi mozaik kebudayaan Nusantara.