Menembus Awan di Gunung Cikuray: Catatan Pendaki Solo
Aku masih ingat malam itu. Cuma aku, carrier, dan headlamp yang berkedip di tengah kabut. Jalur sunyi, hanya suara serangga dan langkah kaki sendiri yang terdengar. Banyak orang bilang mendaki sendirian itu berbahaya, tapi buatku, di situlah kadang kita benar-benar kenal diri sendiri.
Setiap tanjakan di Gunung Cikuray terasa lebih panjang kalau kamu sendirian. Tapi di balik sunyinya malam gunung, ada ketenangan aneh yang menenangkan. Tak ada obrolan, tak ada candaan tenda, cuma napas dan degup jantung yang menemani. Saat akhirnya sampai di puncak sebelum subuh, aku duduk diam di atas batu, menunggu fajar datang.
Lalu awan datang pelan-pelan. Menutupi lembah, mengalir seperti laut putih di bawah kaki. Begitu matahari muncul, semuanya jadi emas. Saat itu aku sadar, kadang kita nggak butuh siapa pun untuk menyaksikan keindahan—cukup diri sendiri dan alam.
Menembus awan di Cikuray sendirian mengajarkanku satu hal: kesepian di gunung bukan sesuatu yang menakutkan. Ia justru mengingatkan betapa kecilnya kita di hadapan semesta.
.jpg)